Secara sederhana analisa titik impas, atau biasa dikenal dengan istilah BEP
(Break Even Point), adalah salah satu cara penghitungan untuk mengetahui berapa
volume atau omset penjualan minimal yang harus dicapai agar usaha tidak merugi.
Untuk mudahnya, kita praktekkan analisa BEP ini dalam studi kasus sederhana
berikut: Pak Mat mempunyai usaha soto Madura. Harga per mangkuk soto: Rp.
10.000,-. Sedangkan biaya produksi per mangkuk soto: Rp. 6.000,-. Untuk
menjalankan usahanya, Pak Mat menyewa stand dekat terminal dengan biaya sewa
sebesar Rp. 600.000,- per bulan. Pertanyaan: berapa mangkuk soto yang harus
dijual oleh Pak Mat dalam satu bulan agar bisa menutupi biaya sewa?
Untuk menutupi biaya sewa, Pak Mat harus bisa menghasilkan keuntungan dalam
satu bulan minimal sama dengan biaya sewa, yakni Rp. 600.000. Laba per mangkuk
soto adalah harga jual – biaya produksi, atau Rp. 10.000 – Rp. 6.000 = Rp.
4.000,- Dengan demikian minimal omset yang harus bisa dicapai oleh Pak Mat
adalah biaya sewa / laba per mangkuk = Rp. 600.000 / Rp. 4.000 = 150 mangkuk
per bulan.
Jadi agar mampu membayar biaya sewa, Pak Mat harus bisa menjual minimal
sebanyak 150 mangkuk soto per bulan, atau penjualan senilai Rp. 10.000 x 150
mangkuk = Rp. 1.500.000. Dengan menjual sebanyak 150 mangkuk soto, Pak Mat
tidak akan menderita rugi, namun juga tidak mendapatkan keuntungan. Ini yang
disebut dengan impas atau BEP. Untuk mendapatkan keuntungan, Pak Mat harus bisa
menjual lebih dari 150 mangkuk soto, atau omset lebih dari Rp. 1.500.000 per
bulan.
Manfaat terutama dari analisa titik impas atau BEP: mengetahui
berapa penjualan minimal yang harus dipertahankan oleh perusahaan agar tidak
rugi.
Mari kita kembangkan studi kasus Pak Mat di atas. Selain membayar sewa
stand, Pak Mat juga harus membayar biaya listrik, Rp. 50.000 per bulan,
menggaji karyawan, Rp. 500.000 per bulan dan iuran kebersihan, Rp. 10.000 per
bulan. Berapa jumlah mangkuk soto atau omset minimal yang harus dicapai oleh
Pak Mat agar ia bisa membayar semua biaya di atas?
Pertama-tama kita harus menghitung berapa biaya-biaya yang harus dikeluarkan
oleh Pak Mat setiap bulannya: biaya sewa (Rp. 600.000) + biaya listrik (Rp.
50.000) + biaya gaji karyawan (Rp. 500.000) + iuran kebersihan (Rp. 10.000) =
Rp. 1.160.000,-. Karena biaya ini selalu muncul setiap bulan, maka disebut
dengan biaya tetap.
Berikutnya, kita harus mengetahui berapa keuntungan kotor per mangkuk soto,
yaitu harga – biaya produksi = Rp. 10.000 – Rp. 6.000 = Rp. 4.000.
Jumlah penjualan untuk mencapai titik impas dihitung dengan membagi total
biaya tetap dengan keuntungan per mangkuk soto: Rp. 1.160.000 / Rp. 4.000 = 290
mangkuk soto. Dengan menjual 290 mangkuk soto, Pak Mat dapat membayar semua
biaya dan tidak mengalami kerugian, namun juga tidak untung, alias impas. Agar
untung, Pak Mat harus bisa menjual lebih dari 290 mangkuk soto, atau meraih
omset Rp. 2.900.000,- per bulan
.
Jika biaya sewa naik, menjadi Rp. 720.000, sehingga total biaya tetap per
bulan menjadi Rp. 1.280.000,- maka dengan menggunakan analisa yang sama, Pak
Mat harus bisa menjual 320 mangkuk soto atau omset Rp. 3.200.000,- per bulan.
Ada dua cara yang bisa dilakukan oleh Pak Mat, yaitu meningkatkan jumlah
penjualan mangkuk soto atau menaikkan harga jual. Analisa titik impas memberi
sinyal kepada Pak Mat untuk segera melakukan strategi penjualan baru agar
keuntungannya tidak tergerogoti oleh kenaikan biaya tetap tersebut.
Manfaat ke dua dari analisa titik impas atau BEP: mengontrol biaya
tetap perusahaan dan menyesuaikan rencana-rencana penjualan agar perusahaan
tidak merugi.
Mari kita kembangkan lagi studi kasus Pak Mat ini. Ternyata terjadi kenaikan
harga-harga bahan pokok, seperti beras, daging sapi dan bumbu masak, sehingga
biaya produksi per mangkuk soto yang semula sebesar Rp. 6.000,- naik menjadi
Rp. 6.800,-. Biaya produksi per mangkuk soto ini disebut dengan biaya variabel,
karena bersifat proporsional sejalan dengan volume penjualan. Keuntungan kotor
per mangkuk soto yang semula Rp. 4.000,- pun turun menjadi hanya Rp. 3.200,-
Maka titik impas penjualan soto Pak Mat adalah Rp. 1.280.000,- / Rp. 3.200 =
400 mangkuk soto atau omset sebesar Rp. 4.000.000,- Dalam hal ini, Pak Mat
dapat memilih apakah ia berusaha ekstra agar bisa meningkatkan volume
penjualannya, menjadi 400 mangkuk soto. Atau, jika itu dirasa terlalu sulit, ia
dapat menaikkan harga jual sedemikian rupa agar bisa mencapai omset penjualan
sebesar Rp. 4.000.000,-
Manfat ke tiga dari analisa titik impas atau BEP: mengontrol biaya
variable perusahaan dan menyesuaikan rencana-rencana penjualan agar perusahaan
tidak merugi.
Semakin kompleks struktur biaya suatu perusahaan, maka semakin rumit cara
penghitungan titik impas. Yang penting untuk dipahami adalah bagaimana anda
bisa membedakan biaya berdasarkan perilakunya; yaitu biaya tetap dan biaya
variable. Dengan mengetahui macam-macam biaya ini anda bisa melakukan analisa
titik impas dengan hasil yang dapat diandalkan.
Cobalah menggunakan cara sederhana di atas untuk menghitung titik impas dan
menerapkannya dalam usaha anda. Anda dapat mengirimkan pertanyaan atau diskusi
pada penulis di alamat kontak yang tercantum di bagian artikel ini. Selamat
mencoba. Semoga bermanfaat bagi bisnis anda. (wirausahaindonesia.com)
Selamat berbisnis
Klik pada tulisan untuk membaca tips-tips praktis berikut:
Selamat berbisnis
Klik pada tulisan untuk membaca tips-tips praktis berikut: