Tuesday, June 5, 2012

Mengapa Popularitas Mebel Rotan Turun?

Rotan digunakan industri sebagai material untuk anyaman. Sebab itulah, banyak mebel atau kursi rotan dibuat dengan desain anyaman. Hal itu berlangsung lama—sekan-akan rotan hanya dapat diolah dan diproduksi dalam bentuk anyaman. Sesungguhnya tidak demikian. Material rotan mudah ditemui di Indonesia. Karakternya yang kuat, fleksibel dan berkelanjutan (sustainable) membuatnya bagus saat dianyam.

Produk anyaman dianggap salah satu karakter kuat dari Indonesia. Belum lagi, keberadaan pengrajin anyaman yang menjamur, terutama di daerah Jawa, membuat kerajinan ini sempat populer dalam kurung waktu lama.

Diskusi “The Future of Rattan” yang diadakan di Galeri Alun-Alun, Grand Indonesia, pada Rabu (23/05), Kurt Schuetz (CEO of AIDA Rattan Furniture -  Cirebon) mengungkapkan, popularitas rotan sedang menurun. “Pada 1970-an hingga 1980an, rotan sangat populer dan ada dimana-mana. Lalu 1990-an, semua mulai berubah, dan rotan tidak lagi mendapat perhatian,” ujar Schuetz.

Alvin Tjitrowirjo (Award Winning Product Designer), menanggapi bahwa, sebenarnya masih banyak hal yang dapat dilakukan untuk menaikkan popularitas rotan, salah satunya melalui inovasi desain. “Banyak banget yang bisa dieksplorasi dari segi desain, proses manufacturing juga bisa, yang biasanya dianyam diubah dengan cara dililit misalnya, ”jelas Alvin.

Popularitas rotan sebagai produk anyaman, dianggap timbul karena kebiasaan.  “Dari dulu sudah dianyam, laku dan dikenal seperti itu. Makanya, mereka menganyam terus. Padahal seharusnya nggak mesti dianyam. Kalau dari segi desain, material ini--  selain dianyam bisa diapain lagi? Disitulah tugas para desainer untuk menjawab,” imbuh Alvin.

Dilihat dari sisi industry, Schuetz mengaku, rotan sangat buruk keberadaannya terutama di Eropa. Hal tersebut terjadi--  karena faktor ketersediaan material, manufaktur, hingga persaingan harga. Schuetz mencontohkan, hanya dengan 60 Euro, orang bisa memperoleh satu set mebel rotan. “Mungkin inilah yang membuat rotan dianggap sebagai material murah, ”ujar Schuetz.

Schuetz menyadari masih banyak tugas yang dilakukan untuk menaikkan kembali popularitas mebel rotan. Karena itu PT. AIDA Rattan Industry, hingga saat ini terus memproduksi mebel rotan dengan terobosan baru. Pengembangan desainnya, AIDA Rattan melibatkan para desainer mebel internasional seperti Jan Armgardt dan Luigi Colani, termasuk desainer-desainer dari Indonesia; Yos Theobrata, Leo Theosabrata, dan Alvin Tjitrowirjo.

“Di dunia desain sekarang, ada beberapa desainer yang sudah mulai mengeksplorasi rotan. Dan produk mereka itu mahal. Namun itu masih sedikit. Saya harap 5-10 tahun ke depan bisa lebih banyak, tapi desain-desainnya tidak generik,” pesan Alvin menutup diskusi.

Source: satulingkar.com